Tingkatkan traffic web and

Boost your website traffic!

Rabu, 18 Januari 2012

INVESTASI PADA POHON PERKAYUAN DI INDONESIA

Kesenjangan antara Supply dan Demand yang terjadi adalah sebagai akibat konsumsi kayu untuk kebutuhan industri maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat cukup tinggi. Secara nasional, menurut Suripto (2005) kebutuhan bahan baku kayu bulat pada saat ini setiap tahunnya mencapai kurang lebih 63 juta meter kubik. Sedangkan produksi kayu bulat dari hutan produksi adalah sekitar 22 juta meter kubik per tahun.
Investasi hutan perkebunan sangat berpotensi menjadi bentuk investasi yang menguntungkan dan menjadi pilihan terbaik dari berbagai jenis investasi lainnya, selain menghasilkan bentuk keuntungan yang luar biasa, investasi ini mampu memberikan dampak manfaat yang sangat besar.

Tanaman yang kami tawarkan sebagai aset investasi Anda adalah tanaman dengan Daur cepat yang mampu memasuki masa panen diusia 5-6 tahun (Fast Growing Species )

KENAPA HARUS POHON?
Proses penambahan aset yang mengagumkan. Dari tahun ke tahun terus tumbuh, seakan mengabaikan segala yang terjadi diluar hutan, bahkan di seluruh dunia. Dimana pasar uang bisa naik dan turun, senang dan sedih, juga untung dan rugi. Tetapi pohon, adalah investasi Anda yang tidak bergeming dalam kondisi apapun. Tanaman di hutan tetap tumbuh, bertambah tinggi dan semakin membesar. Tentunya ini menambah nilai kekayaan Anda.

 Kementerian Kehutanan menilai industri kayu berbasis hutan rakyat perlu investasi baru untuk penuhi pasar dalam negeri. Tahun ini saja industri kayu dari hutan rakyat hanya tumbuh 64 unit dengan nilai investasi Rp3,9 triliun dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 27.446 orang.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan nilai investasi yang kecil itu menunjukkan industri kayu dari hutan rakyat tidak berkembang. Kemenhut melansir pada 2008 hingga triwulan II-2011 industri kayu dari hutan rakyat berjumlah 328 unit dengan total investasi Rp32 triliun serta mampu mempekerjakan 237.924 orang.

Sebagian besar industri kayu tersebar di Pulau Jawa, sisanya berdiri di Sumatra Selatan dan Kalimantan Barat. Menurut Hadi, industri kayu berbasis hutan rakyat tidak tumbuh pesat lantaran sulitnya mengakses pinjaman untuk modal dari bank.

“Perbankan tidak mau kasih pinjam karena industri kayu dari hutan rakyat ini disebut sunset industry,” ujarnya di gedung Kementerian Kehutanan tadi malam.

Solusinya, Kemenhut akan membuka akses pinjaman dana bergulir bagi industri kayu berbasis hutan rakyat. Pinjaman tersebut menggunakan dana Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU-Pusat P2H).

Hadi menjelaskan suntikan modal diperlukan industri kayu untuk mengembangkan usaha menghadapi permintaan pasar dalam negeri yang besar. Perhitungannya, produksi kayu dari hutan rakyat berpotensi memenuhi 73% kebutuhan kayu nasional.

Supaya industri kayu berbasis hutan rakyat kian berkembang, Kemenhut sudah punya jurus menarik investor. Caranya, kata dia, memudahkan proses regulasi seperti meniadakan syarat analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Industri kayu dari hutan rakyat macam produksi veneer pun boleh dibangun di dekat hutan. “Kami mendorong industri besar perkayuan dengan bentuk outsourcing,” ujar Hadi.

Outsourcing adalah bentuk kemitraan antara pemilik izin hutan rakyat dengan industri besar yang tidak memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pemilik izin hutan rakyat memasok hasil hutannya berupa kayu kepada industri besar untuk diolah kemudian.

Melalui pola ini, kata Hadi, industri besar, akan menekan pengeluaran seperti biaya perencanaan hutan, perawatan hutan, pembukaan wilayah hutan, dan pengamanan hutan. “Kami dorong ke arah sana. Sekaligus menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kualitas lingkungan. Paling penting menciptakan lapangan kerja di kantong-kantong kemiskinan,” kata Hadi.

Kemenhut mencatat pada 2008 hingga triwulan II-2011 dari 328 unit terhitung kapasitas produksi plywood 11,9 juta m3, veneer 2,4 juta m3, sawn timber 5,23 juta m3, laminated veneer lumber (LVL) 527.000 m3, wood chip 15,4 juta m3, dan wood pellet energy 467.000 m3. Adapun, pada tahun ini dari 64 unit kapasitas produksi plywood mencapai 666.000 m3, veneer 1,4 juta m3, sawn timber 663.000 m3, LVL 67.000 m3, dan wood chip 9,2 juta m3.


Hutan Rakyat Prospektif Pasok Industri Hilir

Industri produk kehutanan domestik seperti mebel dan kayu pertukangan tak akan kesulitan mendapat bahan baku lagi. Hutan rakyat kini sudah mampu memproduksi kayu rata-rata 6 juta meter kubik per tahun.

Jumlah ini semakin mendekati jatah produksi tebangan (JPT) kayu hutan alam yang tahun 2008 dan 2009 ditetapkan sebesar 9,1 juta meter kubik. Pertumbuhan produksi kayu rakyat tersebut juga potensial mengalihkan konsumsi kayu hutan alam oleh industri.
Demikian diungkapkan Kepala Pusat Informasi Kehutanan Departemen Kehutanan, Masyhud, seusai sosialisasi gerakan menanam "Satu Orang Satu Pohon (One Man One Tree)" di Pondok Pesantren Nurul Alamiah, Serang, Banten, Rabu (4/3).
Seluruh produksi kayu rakyat habis terserap pasar. Kayu rakyat berkontribusi sedikitnya 30 persen dari 19 juta meter kubik produksi kayu di luar JPT tahun 2008.
Dephut pun semakin gencar membagikan benih atau bibit pohon bernilai tinggi, seperti jati, sengon, mahoni, mangga, dan durian, sesuai permintaan masyarakat. Indonesia memiliki sedikitnya 200 jenis pohon yang bernilai tinggi dan bisa menjadi bahan baku industri.
Sedikitnya 32 organisasi masyarakat bekerja sama dengan Dephut untuk menanam sedikitnya 3,2 juta pohon.
Walau produksi kayu dari hutan rakyat tumbuh 10-15 persen per tahun, pemerintah masih sulit mendata luas areal tanam. Hutan rakyat belum berskala masif seperti hutan tanaman industri (HTI) yang bisa mencapai puluhan ribu hektar dalam satu hamparan.
Ada masyarakat yang menanam pohon di areal sampai seluas 10 hektar, tetapi ada juga yang hanya di pematang sawah atau sebagai pagar kebun.
Harga
Masyhud mengatakan, minat masyarakat menanam pohon semakin tinggi karena tertarik dengan harga yang terus naik. Intensifikasi penanaman pohon oleh masyarakat juga dapat mengurangi tekanan terhadap hutan alam secara bertahap.
Harga kayu sengon di Jawa Timur kini berkisar Rp 800.000-Rp 900.000 per meter kubik. Pada tahun 2007, harga masih berkisar Rp 600.000-Rp 650.000 per meter kubik.
Harga kayu jati lebih mahal lagi. Kayu jati merupakan bahan baku favorit industri mebel dan kerajinan. Walau berharga di atas Rp 1,5 juta per meter kubik, produk mebel dan kerajinan dari jati sangat diminati konsumen.
Kondisi ini diakui Direktur Utama PT Albizzia Sinar Lestari Indah (ASLI) Fuad Abdullah, produsen veneer di Jawa Timur. Harga kayu hutan rakyat cenderung bertahan karena permintaan industri hilir kehutanan yang berorientasi pasar domestik masih stabil.
Menurut Fuad, harga kayu sengon cenderung bertahan karena Perum Perhutani juga sudah menaikkan harga dasar penjualan produk kayu di pasaran.
Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono mengungkapkan, produk kayu hutan rakyat kini semakin prospektif. Bahkan, industri mebel dan kerajinan semakin banyak menyerap bahan baku dari hutan rakyat.
Asmindo malah mulai mengembangkan hutan rakyat dengan pola kemitraan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Benih dibagikan gratis dan masyarakat di sekitar hutan mendapat pelatihan keterampilan kerja. Proyek ini akan diaudit lembaga independen untuk memperoleh sertifikat ramah lingkungan.
"Hampir 70 persen bahan baku industri permebelan dan kerajinan berasal dari hutan rakyat. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan tanpa merusak hutan alam," ujar Ambar.- HAM
Dikutip dari : Kompas.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar