Tingkatkan traffic web and

Boost your website traffic!

Minggu, 18 Desember 2011

BUMI YANG SEMAKIN PANAS

Saat ini bumi kita semakin tidak bersahabat. Kita sering mengeluhkan bahwa pada siang hari matahari terasa begitu terik sedangkan malam hari terasa begitu dingin. Tidak salah jika kita merasa seperti itu. Karena data-data menunjukan bahwa bumi sudah mengalami peningkatan suhu yang mengkhawatirkan setiap tahunnya.

Hal ini menyebabkan lapisan ozon menipis dan sinar UV dari matahari tidak banyak tersaring lagi. Gunung es yang ada di kutub utara dan selatan pun sedikit demi sedikit mencair sehingga menyebabkan banyak bencana alam yang sekarang ini semakin lazim terjadi.

Apa yang menyebabkan semua ini? Mengapa lapisan ozon menipis? Inilah yang biasa kita sebut sebagai Global Warming atau pemanasan global. Pemanasan global pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.

Atmosfer bumi terdiri dari bermacam-macam gas dengan fungsi yang berbeda-beda. Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah “gas rumah kaca”. Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat, dengan begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang cukup.

Planet kita pada dasarnya membutuhkan gas-gas tesebut untuk menjaga kehidupan di dalamnya. Tanpa keberadaan gas rumah kaca, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk ditinggali karena tidak adanya lapisan yang mengisolasi panas matahari. Sebagai perbandingan, planet mars yang memiliki lapisan atmosfer tipis dan tidak memiliki efek rumah kaca memiliki temperatur rata-rata -32 derajat Celcius.

Dampak Pemanasan Global

Sejak kira-kira tiga puluh tahun yang lalu, para ilmuwan sudah memberi peringatan pada dunia berkenaan dengan akibat buruk yang ditimbulkan oleh Global Warming atau pemanasan global, yang merupakan ancaman paling serius bagi umat manusia setelah perang dingin.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit. Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi:

- Gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai,
- Gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara
- Gangguan terhadap permukiman penduduk,
- Pengurangan produktivitas lahan pertanian,
- Peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit.

Pemanasan global juga mengakibatkan perubahan iklim sehingga glacier di enam benua mulai mencair. Demikian juga lautan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan, lapisan es di Greenland, juga gletser di puncak-puncak gunung mulai mencair. Ini mengakibatkan naiknya permukaan laut, badai yang menghancurkan muncul silih berganti, banjir dan longsor semakin sering terjadi. Kekeringan yang melanda pertanian bermunculan di mana-mana menyebabkan persediaan makanan dan air minum di dunia semakin menipis.

Penyakit tropis seperti malaria, demam dengue, dan demam kuning menyebar ke daerah yang sebelumnya tidak pernah dijangkiti. Bukan hanya itu, penyakit ini diketahui menjadi semakin ganas. Belum lagi meningkatnya jumlah manusia yang terserang penyakit seperti kanker kulit, kolera dan sebagainya yang belakangan ini semakin mewabah ke daerah yang lebih luas.

Selain itu, pemanasan laut menyebabkan rusaknya karang dan matinya kehidupan di situ. Diperkirakan dalam waktu 50 tahun ke depan, seluruh karang laut di dunia ini akan musnah akibat pemanasan laut dan polusi akibat kegiatan manusia.

Kerugian lain yang segera akan terjadi adalah semakin berkurangnya keaneka-ragaman hayati dan punahnya beberapa spesies satwa karena perubahan musim, siklus kehidupan,  waktu migrasi yang terganggu, berkurangnya daerah jelajah dan berkurangnya persediaan makanan mereka.

Pemanasan global adalah masalah mendesak dan serius. Kita tidak perlu menunggu pemerintah untuk mencari solusi untuk masalah ini. Kita dapat membantu mengadopsi gaya hidup yang lebih bertanggung jawab. Ini satu-satunya cara masuk akal untuk menyelamatkan planet kita, sebelum terlambat.  Kita bisa mulai dengan mematikan lampu yang tidak diperlukan, menggunakan plastik dan kertas seperlunya, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, memperbanyak jalan kaki, dan masih banyak hal-hal lain yang dapat dilakukan.

Masing-masing individu bertanggung jawab kepada Tuhan, individu lain, dan alam sekitar atas apa yang dilakukannya di muka bumi. Kita, sebagai manusia, sama-sama berkewajiban untuk memelihara lingkungan dan menjaga kelestariaannya. Maka, jangan tunggu hingga pemerintah merumuskan solusi untuk permasalahan pemanasan global. Mulailah dari diri sendiri, dari hal yang terkecil dan saat ini juga. Karena sedikit-banyak yang kita lakukan berpengaruh pada keberlangsungan bumi dan habitat lain. Kita bisa menjadi perusak ataupun menjadi penjaga alam ini. Ini adalah sebuah pilihan dan setiap pilihan ada konsekuensinya. Mana yang Anda pilih?

“Masalah terbesar bukan tentang teknologi atau biaya, tetapi mengatasi hambatan politik, sosial dan perilaku dalam upaya mengurangi emisi (Bert Metz dan Detlef van Vuuren)”

Pemanasan Global Musnahkan Sepertiga Tumbuhan-Hewan Dunia

Pusat Riset Iklim di Frankfurt, Jerman, memaparkan hasil penelitian tentang dampak pemanasan global. Jika pemanasan global tetap dibiarkan berlangsung, sebanyak sepertiga varietas tanaman dan hewan dunia bakal musnah pada 2080.

‘’Pemanasan global bakal membunuh sepertiga dari semua tumbuhan dan hewan,’’ kata ilmuwan memperingatkan. ‘’Semua tumbuhan dan hewan akan mati jika pemanasan global terus berlangsung seperti itu.’’
Dampak pemanasan global telah diremehkan oleh sebagian besar penduduk bumi. Jika hal tersebut terus berlangsung, ujar ilmuwan, secara keseluruhan spesies yang akan bertahan itu hanya 84 persen pada 2080.
‘’Hal ini jelas merupakan kerugian besar dalam keanekaragaman hayati,’’ ujar peneliti Pusat Riset Iklim di Frankfurt, Jerman, tersebut.

Kesepakatan Pelestarian Hutan Dinilai tak Menyelamatkan Pohon

Kesepakatan internasional mengenai pelestarian hutan rentan memberikan dampak kecil karena tidak mengatasi inti masalah. Beberapa inti masalah yakni peningkatan permintaan untuk bahan bakar alami dan tanaman pangan, demikian menurut sebuah laporan baru, Ahad (23/1).

Afrika dan Amerika Selatan telah kehilangan 7,4 juta hektar hutannya per tahun. Uni Internasional Organisasi Penelitian Hutan(IUFRO) mengatakan perubahan drastis dalam kebijakan adalah yang dibutuhkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dan para pemerintah.

Enam puluh ahli internasional dalam sebuah laporan yang disampaikan dalam forum PBB pekan ini, menyataan perhatian terlalu banyak diberikan pada hutan sebagai penyimpan karbon dioksida, gas utama yang dipersalahkan atas pemanasan global. Deforestasi menyumbang sekitar seperempat dari emisi gas rumah kaca global setiap tahun yang dipersalahkan atas peningkatan suhu.

Pohon-pohon hidup bertindak sebagai penyerap karbon tetapi mengeluarkan gas itu ketika mereka membusuk atau dibakar. "Temuan kami menunjukkan bahwa mengabaikan dampak pada sektor hutan seperti pertanian dan energi akan mengutuk setiap upaya-upaya baru internasionalyang tujuannya untuk melestarikan hutan dan memperlambat perubahan iklim," kata Jeremy Rayner dari
University of Saskatchewan dan ketua panel laporan IUFRO.

Bahkan inisiatif terbaru yang didukung PBB mengenai pengurangan deforestasi di negara-negara berkembang (REDD) juga dikritik karena dinilai oleh panel tersebut mencari sebuah solusi tunggal global. Para ahli mengatakan bahwa REDD dan perjanjian internasional lainnya harus berkonsentrasi pada upaya membantu yang dikenal sebagai REDD, harus lebih fokus untuk mendukung upaya daerah dan nasional untuk menyelamatkan hutan beresiko.

"Kecuali semua sektor bekerja sama untuk mengatasi dampak konsumsi global, termasuk meningkatnya permintaan untuk bahan pangan dan biofuel, dan masalah-masalah kelangkaan lahan, REDD akan gagal untuk menangkal degradasi lingkungan dan akan meningkatkan kemiskinan," kata Constance McDermott dari Institut Perubahan Lingkungan Universitas Oxford.

Para pakar memuji inisiatif di Asia dan Eropa yang mereka katakan harus ditiru di tempat-tempat lain. Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah mengembangkan suatu standar kawasan untuk memantau pembalakan liar dan juga membentuk sebuah sistem khusus untuk penelitian yang berkaitan dengan hutan.

Sejumlah "contoh utama", menurut IUFRO asalah sebuah hukum AS yang melarang mengimpor kayu yang berasal dari pembalakan liar. Uni Eropa juga membuat upaya yang sama untuk menghentikan impor kayu ilegal melalui penyelidikan asal barang yang menuju pada kemitraan dengan eksportir utama seperti Kamerun.

Brasil, yang lama menjadi target kampanye internasional untuk membalikkan kerusakan hutan, telah mengesahkan kebijakan baru reformasi lingkungan yang memiliki potensi untuk memperlambat hilangnya hutan di Amazon, menurut IUFRO. Laporan itu akan dipresentasikan kepada Forum PBB tentang Hutan pekan ini sebagai bagian peluncuran Tahun Internasional Hutan.

 Temperatur Bumi Bakal Naik 4 Derajat Celcius Hingga 2060

Suhu bumi bisa melambung hingga 4 derajat Celcius pada 2060 dalam kasus terburuk dari perubahan iklim global dan memerlukan investasi tahunan sebesar  270 miliar dolar AS hanya  untuk membendung naiknya permukaan air laut.  Kondisi ini akan mengancam persediaan makanan dan air di banyak belahan dunia.

Kajian, diterbitkan bertepatan dengan  pembicaraan iklim tahunan PBB di Meksiko yang  dimulai pada hari Senin. Beberapa peneliti telah memeriksa secara detail kemungkinan dampak kenaikan 4 derajat C di atas tingkat pra-industri.

Studi ini meyakinkan studi yang diterbitkan sebelumnya dalam jurnal Inggris Philosophical Transactions of the Royal Society A, menyebut suhu dapat meningkat sebesar 4 derajat C dalam kasus terburuk pada awal 2060.

Upaya menurunkannya bukan hal gampang. Meningkatnya emisi gas rumah kaca dekade ini membuat penurunan 2 derajat Celcius sangat sulit, boleh dibilang mustahil. Karenanya, bila tak ada upaya apapun, maka naiknya suhu 4 derajat Celcius bisa lebih cepat, tampa harus menunggu 2060.